Rabu, 22 Juni 2011

Osteo aRthitis


ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOARTRITIS
A.Pengertian

·        Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosi
·        Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di atas 60 tahun.
·        osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi yang dapat digerakkan, terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian.( R. Boedhi Darmojo & Martonohadi,1999)
B.KLASIFIKASI
Osteoartritis di bagi menjadi 2 tipe: 
a.     Tipe primer(diopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan osteoartritis.
b.     Tipe sekunder seperti akibat taruma infeksi dan pernah fraktur
C.Penyebab
Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah sebagai berikut:
1.     Umur
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2.     Pengausan
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.
3.     Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan.
4.     .Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
5.     Keturunan
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6.     Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.
7.     Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.
8.     Penyakit endokrin Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit,Pada diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
9.     Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawansendi.


D.Patofisiologi 
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan.
Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan - perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus. ( Soeparman ,1995)


Klik Gambar Untuk Memperbesar
E.GambaranKlinis
1.     Rasa nyeri pada sendi.
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
2.     Kekakuan dan keterbatasan gerakan.
Biasanya akan berlangsung 15 – 30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat memulai kegiatan fisik.
3.     Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini akan menimbulkan rasa nyeri.
4.     Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat.Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan tungkai atas.Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.
5.     Pembengkakan Sendi.
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
6.     Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
7.     Gangguan Fungsi.
Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
ü Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai penyempitan rongga sendi.
ü Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal

G. PENATALAKSANAAN
a. Tindakan preventif
·        Penurunan berat badan
·        Pencegahan cedera
·         Screening sendi paha

Kamis, 16 Juni 2011

asfiksia


Kata Pengantar
            Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt yang senantiasa memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, yang di rasa masih banyak mengalami kekurangan dan jauh dari penyempurnaan.
            Makalah ini berisikan tentang masalah pada bayi baru lahir, yaitu ASFIKSIA NEONATORUM dan TETANUS NEONATORUM.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini, sehingga makalah ini dapat selesai tepat  pada waktunya. Penulis sadar bahwa, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jauh berbeda dari keadaan aslinya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sekiranya dapat penulis gunakan untuk perbaikan makalah lainnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi panutan bagi semua pihak.


                                                                                                Padang, Maret    2009

                                                                                                                 

                                                                                                           PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG
Menurut WHO, setiap tahunya kira-kira 3 % (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hamper 1 juta bayi ini kemudian meninggal dunia.
Di Indonesia dari seluruh kematian bayi, sebanyaknya 57 % meninggall pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan ). Setiap 6 menit terdapat satu neonates yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29 %), asfiksia (27 %) , trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital.
Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian bayi baru lahjir (BBL) adalah pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal/ dasar dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan kematian BBL karena asfiksia, persalinan harus di lakuakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir. Kemampuan dan keterampilan ini di gunakan setiap kali menolong persalinan.
1.2    TUJUAN
a.    Tujuan Umum
    Untuk mengetahui bagaimana asuhan kebidanan pada klien dengan asfiksia neonatorum dan tetanus neonatorum pada bayi.
b.    Tujuan Khusus
1.    Mampu melakukan pengkajian terhadap klien dengan asfiksia dan tetamus neonatorum, menganalisa prioritas masalah sehingga dapat di tegakan diagnose kebidanan sesuai prioritas masalah.
2.    Mampu menbuat interprestasi data dengan asfiksia neonatorum dan tetanus neonatorum menganalisa masalah dan kebutuhan yang di butuhkan.
3.    Mampu membuat masalah / diagnose dengan asfiksia dan tetanus neonatorum, dan melihat masalah yang muncul setelah asfksia dan tetanus.
4.    Mampu melakukan tindakan segera terhadap asfiksia dan tetanus dengan melihat masalah yang terjadi.
5.    Mampu membuat intervensi terhadap asfiksia dan tetanus  neonnatorum dan mengkaji masalah yg di butuhkan.
6.    Mampu melakukan implementasi terhadap asfiksia dan tetanus dan mengevaluasi nya
7.    Mampu menyusun evaluasi dan melakukan terhadap asfiksia dan tetanus neonatorum.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1  ASFIKSIA NEONATORUM
A.              Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Tujuan melakukan tindakan  terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu persalinan.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera lahir ( Hutchinson, 1967 ). Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia paa penderita asfiksia ini merupakan factor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc, 1971 )

B.               Etilogi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian di susul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengankutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonates. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segara lahir. Hamper sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini  merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatn bayi.

Beberapa keadaan pada ibu dapat  menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta
berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin jadi berkurang, akibatnya terjadi gawat janin. Hal ini dapat menyebabkab asfiksia BBL. Beberapa factor tertentu dapat menyebabkan terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya yaitu :
1.      KEADAAN IBU
·                               Pre eklmasia dan eklamsia
Di samping perdarahan dan infeksi maka pre-eklamsia serta eklamsia merupakan penyebab kematian ibu dan peerinatal yang tertinggi terutama di Negara berkembang. Kematian karena eklamsia meningkat dengan tajam di bandingkaan pada tingkatan pre eklamsi berat. Oleh karena itu mengegakkan diagnosis dini pre eklamsia dan mencegah agar jangan berlanjut menjadi eklamsia merupakan tujuan pengoibatan.
Teori iskemia eklamsi implementasi plasenta di anggap dapat menerangkan berbagai gejala pre eklamsi dan eklamsi adalah :
Ø  Kenaikan tekanan darah
Ø  Pengelauaran protein dalam urin
Ø  Edema kaki, tangan samapai muka
Ø  Terjadinya gejala subjektif
o   Sakit kepala
o   Penglihatan kabur
o   Nyeri pada epigastrium
o   Sesak nafas
o   Berkurangnya urin.
Ø  Menurunnya kesadaran wanita hamil sampai koma
Ø  Terjadi kejang
Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiotensin, rennin, dan aldoseteron, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolooisme dapat berlangsung. Pada per eklamsia dan eklamsia teerjadi penurunan angiotensin, rennin dan aldosteron, tetapi di jumpai edema, hipertensi dan proteiurinaria.
Teori iskemia daerah implantasi plasenta, didukung kenyataan sebagai berikut :
v  Pre eklamsia dan eklamsia lebih banyak terjadi pada primigravidam, hamil ganda, dan mola hidatosa.
v  Kejadiannya makin meningkat dengan makin tuanya umur hamil.
v  Gejala penyakit berkurang bila terjadi kematian janin.
·                               Perdarahan abnormal ( plasenta previa atau solusio plasenta)
·                               Partus lama atau partus macet
Persalinan lama atau persalinan mcet merupakan masalah besar di Indonesia karena pertolongan di daerah pedesaan masih di lakukan dukun. Persalian lama adalah persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam untuk primingravida dan 18 jam bagi multigravida. Persalianan ini disertai komplikasi ibu dan bayi.
Penyebab utama persalinan ini dalah kelainan letak janin, kelainan panmggul, kelainan kekuatan his dan mengejan, terjadi keseimbnagan sefalopelvik, pimpinan yang salah dan primi tua primer atau sekunder.
Gejala utama yang perlu di perhatikan adalah :
v  Dehidrasi
v  Tanda infeksi
o   Temperature tinggi
o   Nadi dan pernafasan
o   Abdomen meteorismus
v  Pemeriksaan abdomen
o   Meteorismus
o   Lingkaran bandle tinggi
o   Nyeri segmen bawah rahim
v  Nyeri local vulva dan vagina
o   Edema vulva
o   Cairan ketuban berbau
o   Cairan ketuban bercampur mekonium
v  Pemeriksaan dalam
o   Edema serviks
o   Bagian terendah sulit di dorong ke atas
o   Terdapat kaput pasda bagian terendah
v  Keadaan janin dalam rahim
o   Asfiksia sampai terjadi kematian
v  Akhir dari persalinan lama
o   Rupture uteri imminen sampai ruputura uteri
o   Kematian karena perdarahan. Dan infeksi.
·                               Demam selama persalinan

·                               Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Malaria merupakan infeksi yang msih terdapat di daerah pedesaan dan merupakan penyakit rakyat. Seperti di ketahui serangan malaria terjadio secara teratur dengan jadwal waktu tertentu. Bentuk serangan berupa badan panas tinggi dapat di sertai menggil. Di samping itu penghancuran darah merah menyebabkan anemia sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.
Penyebab penyakit sifilis ini adalah treponema pallidum yang dapat menembus plasenta setelah kehamilan 16 minggu. Pengaruh terhadap kehamilan dapat dalam bentuk persalinan permaturiutas atau kematian dalam rahim dan infeksi bayi dalam benuk lues kongenitas ( pemfigas sifilis, dekubitusn kulit telapak tangan dan kaki, terdapat kelainan pada mulut dan gigi ).
·                               Kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan)
2.      KEADAAN TALI PUSAT
·                               Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang besar kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat pada leher sangat berbahay, apalagi bila terjadi lilitan beberapa kali. Dapat di perkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar panggul, main erat lilitan tali pusat dan main terganggu  aliran darah menuju dan dari janin.
Dalam pimpinan persalinan terutama kala 2, observasi denyut jantung janin sangat penting segera setelah his dan reflek mengejan. Kejadian distress jainn merupakan indikasi untuk menyelesaikan persalinan sehingga bayi dapat di selamaykan. Bila lilitan tali pusat sangat erat apalagi beberapa kali, maka lilitan dapat di lepaskan atau di potong terlebih dahulu saat pertolongan persalinan kepala. Dalam situasi terpaksa bidan dapat melakukan pemotonmgan tali pusat pada waktu pertolongan kepala bayi.
·                               Kelainan insersi tali pusat
Insersi tali pusat umumnya parasentral atau sentral.dalam keadaan tetentu terjadi insersi tali pusat :
ü Plasenta bartledore
Bila insersinya di tepi marginal plasenta
ü Insersi velamentosa
Bila insersi tali pusat jauh di luar plasenta, di darah membrane.
Bahaya insersi velamenmtosa bila terjadi vasa previa, yaitu pembuluh darahnya melintasi kanalis servikalis, sehingga saat ketuban pecah pembuluh darah yang berasal dari janin ikut serta pecah. Gejala klinis vas previa adalah ketuban pecah, diikuti perdarahan merah ( baru-kaya O2), selanjutnya distress janin. Kematian janin pada pecahnya vase pervia mencapai 60 % samapai 70 % terutama bila pembukaan masih kecil karena kesempatan seksio sesarea terbatas dengan waktu. Bila di jumpai atau dapat di tegakkan diagnosis vasa pervia saat melakukan pemeriksaan dalam, penderita dirujuk kerumah sakit untuk pertlongan dengan  primer seksio sesaria.
·                               Simpul tali pusat
Tali pusat mempunyai 2 arteri umbilikalis dan sebuah vena umblikus dan terlindung oleh selei Wharton, sehingga terhindar dari tekanan yang dapat menggangu sirlulasi dari dan ke janin. Pernah  ditemui kasus kematian dalam rahim akibat terjadi peluntiran pembuluh darah umbilikalis, karena di tempat tersebutselei whartonya sangat tipis. Peluntiran pembuluh darah tersebut menghentikan sama sekali aliran darah ke janin sehingga terjadi kematian dalam rahim.
Gerakan janin yang begitu aktif dapat menimbulkan simpul sejati sering juga di jumpai. Sebagian simpul sejati ini tidak menimbulkna asfiksia intra uterin dan kemtian janin. Karena masih dilindungi oleh selei Wharton. Bila simpul tersebut demikian eratnya sehingga menutup sama sekali pembuluh darah umbilicus dapat di pastikan terjadi kematian janin dalam rahim.
Simpul palsu di maksudkan bila pembuluh darahnya lebih panjang dan selei Wharton. Sehingga pembuluh darahnya melebar, seolah-olah simpul. Keadaan simpul palsu tidak membahayakan janin, keculai bila pembuluh darah pecah sehingga mengganggu sampai menghentikan alkoran darah dari dank e janin. Keadaan simpul sejati atau simpul palsu hanya dapat di buktikan setelah bayi lahir.

3.        KEADAAN BAYI
·      Bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan)
·      Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, forcep)
Kejadian letak sungsang bekisar antara 2 % sampai 3 % bervariasi di berbagai tempat. Sekalipun kejadiannya kecil tetapi mempunyai penyulit yang besar dengan angka kematian sekitar 20-30 %.
Pada letak kepala, kepala yang merupakan bagian terbesar lahir terlebih dahulu, sedangkan persalinan letak sungsang justru kepala merupakan bagian terbesar bayi yang akan lahir terakhir.
Persalinan kepala pada letak sungsang tidak mempunyai mekamnisme “ maulage “ karena susnanan tulang dasar kepala rapat dan padat, sehingga hanya mempunyai waktu 8 menit, setelah badan lahir. Keterbatasan waktu persalinan kepala dantidak mempunyai mekanisme maulage dapat menimbulkan kematian bayi yang besar.
Mekamisme persalinan letak sungsang sebagai berikutr :
1.      Persalinan bokong
2.      Persalinan bahu
3.      Persalinan kepala
·      Kelainan congenital
Kelainan congenital merupakan manifestasi penyimpangan dan pembentukan organ tubuh. Penyebab kelainan congenital tidak di ketahui dengan pasti, tetapi dapat diduga karena penyimpanan kromosom, pengaruh hormonal, lingkungan endometrium yang kurang subur, kelainan metabolism, pengaruh obat teratogenik dan infeksi. Khususnya infeksi virus.
Kelainan congenital yang tampak dari luar harus di ketahui oleh sorang bidan. kelainan kongenitakl tersebut adalah hymen imperforate dan kelainan kongenoital pada vagina.
·      Air  ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)


C.                   Gawat janin
Banyak penyebab kenapa bayi mungkin melakukan tidak bernafas saat lahir. Sering kali hal ini terjadi pada bayi ketika bayi sebelumnya mengalami gawat janin. Akibat gawat janin bayi tidak menerima oksigen yang cukup.
Gawat janin adalah reaksi ketika janin tidak  memperoleh oksigen yang cukup
Gawat janin dapat di ketahui dengan cara:
·         Frekuensi bunyi jantung janin kurang dari 100 atau lebih dari 180 x/ menit
·         Berkurangnya gerakan janin. (janin normal bergerak lebih dari 10 x/ menit/ hari)
·         Adanya air ketuban bercampur mekonium, warna kehijauan (jika bayi keluar dengan letak kepala)
Cara mencegah gawat janin :
·         Gunakan partograf untuk memantau persalinan
·         Anjurkan ibu untuk sering berganti posisi selama persalinan, ibu hamil yang berbaring terlentang dapat mengurangi aliran darah ke rahim.
·         Berikan cairan kepada ibu secara oral dan atau IV
·         Berikan oksigen (bila tersedia )
·         Periksa kembali denyut jantung janin setelah 10-15 menit tindakan di atas
·         Jika frekuensi janin masih tidak normal segera rujuk
D.      Klasifikasi
Untuk dapat menegakkan diagnosis asfiksia pada bayi baru lahir dapat dilakukan dengan cara menilai bayi dengan Apgar skor. penilaian Apgar skor dilakukan 1 menit pertama setelah bayi lahir dan 5 menit berikutnya
Tabel penilaian Apgar skor
Tanda
Nilai 0
Nilai 1
Nilai 2
Frekuensi jantung
Tidak ada
Kurang dari 100x/ menit
Lebih dari 100x / menit
Usaha bernafas
Tidak ada
Lambat, tidak teratur
Menangis kuat
Warna
Biru / pucat
Ekstermitas  biru
Tubuh dan ektermitas kemerahan
Reflek
 

tonus otot
Tidak ada

Lumpuh

Gerakan sendi
Tubuh kemerahan, ekstremitas sendi sedikit
Menangis

Gerakan aktif

Dari nilai apgar skor diatas, asfiksia neonatorum dapat dikelompokkan menjadi 3:
1.    Asfiksi ringan
Skor APGAR 7-10, bayi di anggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2.    Mild moderate asphyksia / asfiksia sedang.
Skor APGAR 4-6
3.    Asfiksia berat
     Skor  APGAR 0-3

E.                   Penatalaksanaan asfiksia
Untuk mengatasi asfiksia yang terjadi dapat dilakukan resusitasi, tindakan bertujuan untuk merangsang pernafasan bayi agar bisa bernafas dengan normal. Didalam setiap persalinan penolong harus siap melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernafas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal. Untuk melakukan tindakan resusitasi ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan:
1.      Persiapan tempat resusitasi
·         Ruangan resusitasi harus bersih, terang, hangat
·         Tempat nya harus rata, keras, bersih dan kering
2.      Persiapan alat
·      2 helai kain atau handuk
·      Bahan ganjal bahu bayi
·      Alat penghisap lender De lee atau  bola karet
·      Tabung sungkup atau balon
·      Jam atau pencatat waktu
Langkah-langkah resusitasi
1.                Langkah awal
a.    Jaga bayi agar tetap hangat
v Letakkan bayi diatas kain yang ada diatas perut ibu atau dekat perineum
v Selimuti bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat
v Pindahkan bayi ke atas kain ke tempat resusitasi
b.    Atur posisi bayi
v Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong
v Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi
c.    Isap lendir
Gunakan alat penghisap lender DeLee atau bola karet
v Pertama isap lender didalam mulut, kemudian baru isap lender di hidung
v Hisap lender sambil menarik keluar penghisap
d.   Keringkan dan rangsang bayi
v Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat membantu BBL mulai bernafas.
v Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara dibawah ini
·         Menepuk atau menyentil telapak kaki
·         Menggosok punggung/perut/dada/tungkai bayi dengan telapak tangan
e.    Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi
v Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya
v Selimuti bayi dengan kain kering tersebut jangan menutupi muka dan dada agar bisa memantau pernafasan bayi
f.     Lakukan penilaian apakah bayi bayi bernafas normal,tidak bernafas atau mengap-mengap
v Bila bayi bernafas normal, lakukan asuhan pasca resusitasi
v Bila bayi mengap-mengap atau tidak b ernafas mulai lakukan ventilasi bayi
2.    Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara kedalam paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur.
a.    Pasang sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung
b.    Ventilasi 2 kali
v Lakukan tiupan/pemompaan dengan tekanan 30 cm air, lihat apakah dada bayi mengembang, bila tidak mengembang:
·         Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor
·         Periksa posisi kepala
·         Periksa cairan mulut, jika ada lakukan penghisapan
·         Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air, bila dada mengembang lakukan tahap berikutnya
v Lakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau pemompaan dengan balon dan sungkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai menangis dan bernapas spontan.
v Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau pemompaan, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang napas.
Jika bayi mulai bernapas spontan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap.
Ø  Lihat dada apakah ada retraksi dinding dada bawah
Ø  Hitung frekuensi napas per menit.
Jika bernapas > 40 per menit dan tidak ada retraksi berat :
·         Jangan ventilasi lagi
·         Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit pada dada ibu dan lanjutkan asuhan BBL.
·         Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan kehangatan
·         Katakana kepada ibu bahwa bayinya kemungkinan besar akan membaik
Jangan tinggalkan bayi sendiri
Ø  Lanjutkan asuhan pasca resusitasi
Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi.
c.       Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang napas
§  Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik ( dengan tekanan 20 cm air ).
§  Hentikan ventilasi setiap 30 detik, lakukan penilaian bayi apakah bernapas, tidak bernapas atau megap-megap.
Jika bayi sudah mulai bernapas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik.
d.      Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi.
§  Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi, apa yang anda lakukan dan mengapa
§  Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan
§  Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan
§  Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medic persalinan.
e.       Lanjutkan ventilasi sambil memerikasa denyut jantung bayi
Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdngar dan pulpasi tali pusat tidak teraba, lanjutkan ventilasi selama 10 menit,
Hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak terdengar dan pulpasi tali pusat tidak teraba, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan bayi yang mengalami asistol (tidak ada denyut jantung) selama 10 menit kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang permanen.













2.2 TETANUS NEONATORUM
      A.  Pengertian
Tetanus Neonaturum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi kurang dari satu bulan) yang disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang system syaraf pusat.
Spora kuman tersebut masuk dalam tubuh bayi melalui pintu masuk satu-satunya yaitu tali pusat ketika bayi lahir maupun pada saat perawatannya sebelum puput (terlepasnya tali pusat). Masa inkubasi 3-28 hari, rata-rata 6 hari. Apabila masa inkubasi kurang dari 7 hari,biasanya penyakit lebih parah dan angka kematian tinggi.
Angka kematian kasus (Case Fatality Rate atau CFR) sangat tinggi. Pada kasus tetanus neonaturum yang tidak diralat, angkanya mendekati 100 %, terutama yang mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari. Angka kematian kasus neonaturum yang dirawat dirumah sakit di Indonesia berfariasi dengan kisaran 10,8-55%.
Faktor  resiko untuk terjadinya tetanus neonaturum :
·      Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) pada ibu hamil tidak dilakukan, atau tidak lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan program.
·      Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat-syarat “3 bersih“.
·      Perawatan tali pusat tadak memenuhi persyaratan kesehatan.
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Sembuh dari penyakit tetanus tidak berarti seseorang/ bayi selanjutnya kebal terhadap tetanus. Toksin tetanus dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit tetanus, tidak cukup untuk merangsang tubuh penderita dalam membentuk zat anti (anti body) terhadap tetanus. Itulah sebabnya seorang/ bayi penderita tetanus harus menerima imunisasi TT pada saat diagnosis atau setelah sembuh.
TT akan merangsang pembentukan anti body spesifik yang mempunyai peranan penting dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk anti body tetanus. Seperti difteri, anti body termasuk dalam golongan IgG yang mudah melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin keseluruh tubuh janin yang akan mencegah terjadinya tetanus neonaturum.
Imunisasi pada ibu hamil diberikan 2 kali (2 dosis). Jarak pemberian TT pertama dan kedua, serta antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar anti body kedalam darah bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua, serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi, maka kadar anti body tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang panjang akan mempertinggi respon imunologi dan diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan anti body tetanus dalam jumlah dari tubuh ibu hamil ketubuh bayinya.
Imunisasi TT pada kehamilan sedini mungkin akan memberikan cukup waktu antara dosis pertama dan dosis kedua, serta antara dosis kedua saat kelahiran. Interval imunisasi TT dosis pertama dengan dosis kedua minimal 4 minggu. TT adalah anti gen yang sangat aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT. Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang mendapatkan imunisasi.

  B. Etiologi
                 Penyebab penyakit ini ialah ClostridiumTetani. Kuman ini bersifat aneorobik dan mengeluarkan eksotosin yang neurotropik. Clostridium Tetani terdapat ditanah dan traktus digestivus manusia serta hewan. Kuman ini dapat membuat spora yang tahan lama dan dapat berkembang biak dalam luka yang kotor atau jaringan nekrotik yang mempunyai suasana aneorobik.
                 Pada bayi penyakit ini ditularkan biasanya melalui tali pusat, yaitu karena pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril. Selain itu, infeksi dapat juga melalui
pemakaian obat, bubuk, atau daun-daunan yang digunakan dalam perawatan  talipusat
                 Penyakit ini masih banyak terdapat di Indonesia dan Negara-negara lain yang sedang berkembang. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas. Angka kematian tetanus neonaturum
di Rumah sakit besar di Indonesia dapat mencapai 80%. Tingginya angka kematian ini
sangat bervariasi dan sangattergantung pada saat pengobatan dimulai serta pada fasailitas
dan tenaga perawatan yang ada dirumah sakit.

C.  Gambaran Klinik
            Masa inkubasi biasanya 3 sampai 10 hari. Gejala permulaan ialah kesulitan minum karena terjadinya trismus. Mulut mencucu seperti ikan (karpermond), sehingga bayi tidak dapat minum dengan baik. Kemudian dapat terjadi spasmus otot yang luas dan kejang umum. Leher menjadi kaku dan dapat menjadi epistotonus. Dinding abdomen kaku, mengeras dan kalau terdapat kejang otot pernafasan, dapat terjadi sianosis, suhu dapat meningkat.Naiknya suhu ini mempunyai prognosis yang tidak baik.

D.                          Penanganan 
            Pengobatan terutama untuk memperbaiki keadaan umum, menghilangkan kejang, mengikat toksin yang masih beredar, dan pemberian antibiotika terhadap infeksi.

1.      Perawatan
1)      Bayi sebaiknya dirawat oleh bidan yang cakup dan berpengalaman. Sebaiknya disediakan 1 bidan untuk seorang bayi. Bayi harus dirawat ditempat yang tenang dengan penerangan dikurangi agar rangsangan bayi timbulnya kejang kurang.
2)      Saluran pernafasan dijaga supaya selalu bersih.
3)      Harus tersedia zat asam. Zat asam diberikan kalau terdapat sisnosis,atau serangan apnoe dan pada waktu ada kejang.
4)      Pemberian makanan harus hati-hati dengan memakai pipa yang dibuat dari polietilen atau karet.
5)      Kalau pemberian makanan per oral tidak mungkin, maka diberikan makanan atau cairan intravena.

2.      Mengtasi Kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi fenoberbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikan mula-mula 30-60 mg parenteral, kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg perhari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg perhari. Kombinasi yang lain ialah luminal dan diazepam dan dosis ½ mg/kg berat badan. Obat anti kejang yang lain ialah Kloralhidat yang diberikan lewat rectum
3.      Pemberian antitoksin
ü Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan
ü Berikan diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau dengan bolus IV setiap 3 jam (dengan dosis 0,5 ml /kg per kali pemberian ), maksimum 40mg/kg/hari.
o  Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan  berikan diazepam melalui pipa atau melalui rectum.
o  Bila perlu, beri tambahan dosis 10 mg/kg/hari tiap 6 jam.
o  Bila frekuensi nafas kurang 30 kali/menit, obat di hentikan, meskipun bayi masih mengalami spasme.
ü  Bila msih mengalami henti nafas selama spasme ataun sianosis sentral setelah spasme, berikan oksigen dengan kecepatan aliran sedang.
ü  Berikan bayi :
o   Kuman tetanus immunoglobulin 500 U IM atau tetanus antitoksin 5000 U IM,
o   Tetanus toksoid 0,5 mL IM  pada tempat yang berbeda dengan pemberian aintitoksin,
o   Bensipenilsilin G 100.000 U / kg IV dosis tunggal selama 10 hari.
ü  Bila terjadi kemerahan dan atau pembengkakan pada kulit sekitar pangkal tali pusaty, atau keluaar nanah dari pernukaan tali pusat, atau bau busuk dari area tali pusat, berikan pengobatan untuk infeksi local tali pusat.
ü  Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0,5 mL (untuk melindungi ibid an bayi yang di kandung berikutnya) dan minta dating kembali satu bulan kemudian untuk pemberian dosis kedua.
4.      Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi infeksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari sesudah panas turun.
5.      Pencegahan
Pencegahan yang paling baik ialah pemotongan dan perawatan tali pusat yang baik, harus digunakan bahan-bahan dan alat-alat yang steril. Pemberian vaksinasi dengan suntikan toksoid pada ibu hamil dalam triwulan terakhir dapat member protoksi pada bayi.














BAB III
KESIMPULAN
3.1    KESIMPULAN
1.      Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera lahir ( Hutchinson, 1967 ).
2.      Klasifikasi asfiksia neonatorum
a.       Asfiksi ringan
Skor APGAR 7-10, bayi di anggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b.      Mild moderate asphyksia / asfiksia sedang.
Skor APGAR 4-6
c.       Asfiksia berat
 Skor  APGAR 0-3
3.      Untuk mengatasi asfiksia yang terjadi dapat dilakukan resusitasi, tindakan bertujuan untuk merangsang pernafasan bayi agar bisa bernafas dengan normal.
4.      Tetanus Neonaturum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi kurang dari satu bulan) yang disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang system syaraf pusat.
5.      Pada bayi penyakit tetanus ini ditularkan biasanya melalui tali pusat, yaitu karena pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril.
6.      Pengobatan pada tetanus terutama untuk memperbaiki keadaan umum, menghilangkan kejang, mengikat toksin yang masih beredar, dan pemberian antibiotika terhadap infeksi.

3.2    SARAN
       Berdasarkan pembahasan yang di atas, adapun yang dapat kelompok berikan adalah :
1.      Hendaknya kita semua dapat mengerti dengan isi makalah yang sudah di jelaskan oleh kelompok
2.      Hendaknya kita dapat mengetahui gejala-gejala dari asfiksia dan tetanus neonatorum, serta penanganannya.
3.      Apabila  pada bayi anda terdapat tanda-tanda asfiksia dan tetanus neonatorum segera di bawa ke petugas kesehatan yang terdekat, supaya cepat dapat pertolongan dan pengobatan.
















DAFTAR PUSTAKA
Gde manuaba, ida bagus. 1998. “ ilmu kebidanan, penyakit kandungan & keluarga berencana untuk pendidikan bidan “. EGC.
            IDAI (UUK perinatologi ) MNH- JHPIEGO Departemen kesehatan RI.2003.” Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di rumah sakit”.
            Staf pengajar ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran universitas Indonesia, 1985. “ buku kuliah 3 ilmu kesehatan anak”. Bagian ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran unversitas Indonesia.